Jumat, 06 Mei 2011

GAP Pada Tanaman Biofarmaka

BUDIDAYA YANG BAIK
(GOOD AGRICULTURE PRACTICES)
PADA TANAMAN BIOFARMAKA
 
            Permintaan akan tanaman biofarmaka terutama pada tanaman obat rimpang cenderung meningkat, baik di dalam negeri maupun ekspor.  Peningkatan permintaan tersebut seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta kesadaran masyarakat akan norma budaya hidup sehat dengan memanfaatkan obat tradisional atau  back to nature.
            Saat ini sebagian besar usaha budidaya tanaman obat rimpang yang dilakukan oleh petani masih dalam skala kecil yaitu terbatas di lahan pekarangan,  memanfaatkan galengan/pematang sawah serta tumpangsari pada lahan tegalan yang budidayanyapun masih tradisional, sehingga produk yang dihasilkan belum dapat bersaing di pasar global.
            Menghadapi tuntutan konsumen pasar global  tersebut, petani dan pelaku usaha agribisnis tanaman obat rimpang sudah saatnya  terus memperbaiki cara budidaya melalui penerapan teknologi maju dan cara budidaya yang benar.  Oleh kerena itu penerapan Good Agriculture Practices (GAP) sebagai acuan dalam mengelola usaha budidaya pada tanaman obat rimpang  diarahkan dalam rangka tercapainya usaha produksi yang efisien dan berdaya saing, dihasilkannya produk bermutu yang aman dikonsumsi dan diproduksi atas dasar keberlanjutan serta kelestarian sumberdaya alam pertanian.
    Tujuan Penerapan GAP
1.      Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman biofarmaka;
2.       Meningkatkan mutu hasil  termasuk keamanan konsumsi tanaman biofarmaka;
3.      Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing;
4.      Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam;
5.      Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan;
6.      Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan;
7.      Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasionalmaupun domistik;
8.      Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.
Ruang Lingkup GAP pada Tanaman Biofarmaka
Ruang lingkup Pedoman Budidaya yang Baik padaTanaman Biofarmaka  Rimpang meliputi :
  1. Manajemen Usaha Produksi            
  2. Lahan dan media tanam                   
  3. Benih                                             
  4. Penanaman                                      
  5. Pemeliharaan                                 
  6. Pemupukan                                          
  7. Pengairan
  8. Perlidungan tanaman 
  9. Panen
  10. Pasca Panen
  11. Penanganan limbah dan sampah
  12. Kesehatan, keamanan dan Kesejahteraan pekerja                                     
  13. Kepedulian lingkungan.                                                                                                                          
  14. Titik Kendali  GAP Pada Tanaman Biofarmaka
            Titik kendali adalah indikator penilaian terhadap penerapan GAP dilapangan yang diukur dari skor hasil penilaian, standar Wajib (W), Sangat Dianjurkan (SA) dan Anjuran (A).
             Penilaian tersebut diberikan kepada petani/pemilik kebun  atas usahatani yang dilakukannya, dengan memberikan sertifikasi (SISAKTI) setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    1.      Prima Tiga (P-3), adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani  yang menghasilkan produk aman konsumsi.
    2.      Prima Dua (P-2), adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani  yang menghasilkan produk aman konsumsi dan bermutu baik;
    3.      Prima Satu (P-1), adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani  yang menghasilkan produk aman konsumsi, bermutu baik serta cara produksinya ramah lingkungan;
    Tabel 1. Ketentuan Untuk Sertifikasi
    Peringkat Hasil
    Penilaian
    Wajib (10 item)

    Persentase
    Sangat Dianjurkan  (45 item) dan Anjuran (13 item)       
    Persentase dari Skor Maksimum
    Skor
    Prima 3
    100 %


    Prima 2
    100 %
    75 %
    ≥ 77,25
    Prima 1
    100 %
    90 %
    ≥ 92,90
    Dari beberapa kegiatan dalam ruang lingkup GAP, yang merupakan titik kendali wajib dilaksanakan dalam penerapan GAP tanaman biofarmaka tersebut meliputi  :
    1.      Sistem pencatatan dan terdekumentasi mulai dari proses produksi hingga ke konsumen
    2.      Lahan harus bebas dari pencemaran limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
    3.      Penggunaan kotoran dan urine binatang tidak boleh langsung digunakan dalam pemupukan dan harus melalui proses pengolahan/fermentasi
    4.      Penyimpanan pupuk (organik dan anorganik dilakukan di tempat yang aman, kering dan terlindung serta terpisah dari hasil tanaman, benih dan pestisida
    5.      Pestisida kimia yang digunakan harus terdaftar/mendapat izin resmi dari pemerintah
    6.      Penggunaan pestisida kimia harus sesuai dengan instruksi label
    7.      Penyimpanan pestisida harus dilakukan di tempat aman, kering dan terlindung serta terpisah dari hasil tanaman, benih dan pupuk
    8.      Proses pencucian harus menggunakan air yang bersih sesuai baku mutu air untuk mencuci
    9.      Penggunaan bahan kimia untuk penanganan pasca panen harus aman sesuai dengan tujuan dan prinsip keamanan pangan
    10.  Pekerja pada saat melaksanakan proses produksi dan penanganan hasil harus dalam keadaan sehat dan tidak mengidap penyakit menular
    Kunci Sukses GAP
        Kunci sukses penerapan GAP adalah sebagai berikut :
    1.      SDM petani dan petugas yang memahami GAP dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
    2.      Komitmen petani dan petugas pendamping
    3.      Jaminan pasar / kemitraan
    4.      Sistem pencatatan yang baik
    5.      Pendampingan penerapan GAP dan SOP serta pencatatan
    6.      Lahan usaha ter-register.
    Pedoman budidaya yang baik (Good Agriculture Practices) Tanaman Biofarmaka ini masih bersifat umum, belum  spesifik dan bersifat dinamis. Sedangkan aplikasi GAP dijabarkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP).

Minggu, 01 Mei 2011

Indonesia Tertinggal di Bidang Pengembangan Hortikultura

Wakil Gubernur Lampung Ir Djoko Umar Said di Bandar Lampung kemarin mengatakan, bahwa Indonesia khususnya Provinsi Lampung masih tertinggal dan kalah bersaing dengan negara tetangga di bidang hortikultura.
Ini dikatakan Djoko pada acara seminar hortikultura yang diikuti sekitar 100 orang perwakilan petani yang ada di Lampung. "Dengan seminar ini diharapkan petani lebih mengerti dalam peningkatan tanaman dan mampu bersaing di pasar luar negeri," katanya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Hortikutura Lampung Mahfud, Santoso mengatakan,asosiasi akan berkoordinasi dengan angota di daerah kabupaten/kota yang akan membuat program di bidang hortikultura. Saat ini pihaknya sudah konsultasi dengan Dirjen Hortikutura untuk daerah Lampung menanam manggis, dan akan dimulai dari pembibitan, pembesaran dan penanganan secara kwalitas.
"Manggis dipilih karena sekarang harganya luar biasa mahal di pasar luar negeri, untuk ke depan kita akan mengumpulkan petani dan memberi trobosan bagai mana hasil kita bisa menembus pasar luar internasional," ujarnya.
Pihaknya juga akan meng-galakkan penanaman cabai ditiap-tiap rumah, di mana Lampung juga akan menjadi projek pilot di perkotaan dalam penanaman cabai di rumah tangga untuk bibit akan di berikan geratis dari Dirjen Hortikutura. Dirjen Hortikutura, Ibrahim Hasanudin mengatakan, Asosiasi adalah lembaga yang bisa menjebatani informasi mulai dari petani kepada pasar kepada pemerintahan bahkan kepada dunia luar yang berkompeten dalam peningkatan produk pertanian.
/Melalui seminar ini kita akan memulai dan memperkuat sisi produksi dahulu kemudian pola tanamnya diatur supaya sepanjang musim buah yang dihasilkan bisa dinikmati," ujarnya, (bdl)